Diablo, alternative motor sport from Semarang
Tadi di Picxel printworks, sambil nunggu my separation film disiapkan notanya, ngisi waktu membuka-buka KR edisi cetak hari ini. Di ruang tunggu, Picxel menyediakan koran KR dan Kompas. Pada hal 17, rubrik Ekbis, ada artikel foto tentang motor Diablo. Tampak motor-motor jenis laki alias sport yang masih berbungkus berplastik berjejer di sebuah lapangan, seseorang sedang mengecek (kayaknya semacam QC aliyas quality control) motor yang habis dirakit. Katanya Diablo adalah motor rakitan (custom, begitu istilah mereka) dari Semarang. Uniknya, pasar motor ini tidak terpengaruh oleh dampak krisis finansial global. Tidak seperti produk made in luar nagri yang ikut gonjang-ganjing *meski tarafnya kecil*. Diberitakan, motor dengan model sport touring & adventuring mewah (demikian sebut mereka) dengan harga di bawah 20 juta ini berteknologi Thailand, dengan prosentase komponen lokal 70%. Sebulan pabrik ini bisa memproduksi 30 unit. Lumayan ya, untuk produk negeri sendiri.
Berita kecil ini cukup menggembirakan kita, dan membuat saya ingin menyelidiki lebih jauh—googling—tentang ini motor *but maybe nanti malem aja kali ya saya pampangkan hasilnya*.
Akhirkata, ada beberapa catatan tentang fenomena ini:
- ternyata ada sejumlah produsen motor dalam negeri, dengan merk sendiri, yang cukup persisten (ulet) dalam berproduksi dan memasarkan dagangannya.
- dengan kelebihan dan kekurangannya, produk motor dalam negeri mempunyai ceruk konsumen tersendiri yang bisa dibidik. Faktor harga jelas berpengaruh, karenanya motor-motor beginian umumnya laku di pedesaan, atau di kalangan berduit cekak.
- Meski demikian, ada konsumen yang bukan tergolong duit cekak memilih produk dalam negeri, misalnya karena bosan merk dominan, ingin sesuatu yang alternatif, atau—yang agak heroik—seneng beli buatan bangsa sendiri.
- Mengenai kualitas, tidak semua produk alternatif ini berkualitas di bawah produk terkenal. Saya sendiri memakai motor Nasha (yang saat ini dealer tempat saya membeli sudah berganti jadi dealer Viar), sudah umur empat tahun masih oke, padahal sering dipake ke luar kota.
- Lakunya suatu merek dalam negeri, sepengamatan saya, ditunjang oleh kualitas produk dan kreativitas marketing pemasarnya. Tanpa ini, mustahil produk akan mampu bertahan hingga hitungan tahun di tengah kompetisi brand-brand jepang yang bertempur sengit. Produk yang "beda" juga bisa menjadi alternatif ceruk pasar, misalnya dengan fenomena sepeda motor roda tiga yang cukup laris di pasaran. Motor merek tak-terkenal yang cukup laris lainnya adalah yang berjenis sport, seperti halnya diablo ini, atau minerva –link ke artikel—dan sekonconya (sering disebut CBR alternatif).
Berita kecil ini cukup menggembirakan kita, dan membuat saya ingin menyelidiki lebih jauh—googling—tentang ini motor *but maybe nanti malem aja kali ya saya pampangkan hasilnya*.
Akhirkata, ada beberapa catatan tentang fenomena ini:
- ternyata ada sejumlah produsen motor dalam negeri, dengan merk sendiri, yang cukup persisten (ulet) dalam berproduksi dan memasarkan dagangannya.
- dengan kelebihan dan kekurangannya, produk motor dalam negeri mempunyai ceruk konsumen tersendiri yang bisa dibidik. Faktor harga jelas berpengaruh, karenanya motor-motor beginian umumnya laku di pedesaan, atau di kalangan berduit cekak.
- Meski demikian, ada konsumen yang bukan tergolong duit cekak memilih produk dalam negeri, misalnya karena bosan merk dominan, ingin sesuatu yang alternatif, atau—yang agak heroik—seneng beli buatan bangsa sendiri.
- Mengenai kualitas, tidak semua produk alternatif ini berkualitas di bawah produk terkenal. Saya sendiri memakai motor Nasha (yang saat ini dealer tempat saya membeli sudah berganti jadi dealer Viar), sudah umur empat tahun masih oke, padahal sering dipake ke luar kota.
- Lakunya suatu merek dalam negeri, sepengamatan saya, ditunjang oleh kualitas produk dan kreativitas marketing pemasarnya. Tanpa ini, mustahil produk akan mampu bertahan hingga hitungan tahun di tengah kompetisi brand-brand jepang yang bertempur sengit. Produk yang "beda" juga bisa menjadi alternatif ceruk pasar, misalnya dengan fenomena sepeda motor roda tiga yang cukup laris di pasaran. Motor merek tak-terkenal yang cukup laris lainnya adalah yang berjenis sport, seperti halnya diablo ini, atau minerva –link ke artikel—dan sekonconya (sering disebut CBR alternatif).
Leave a Comment